Merak Djenar Sobo Mowo Wahyu: Talqin Dzikr

Talqin Dzikr

Saya pernah mendengar Tuan Guru Ali al-Murshifi berkata: Talqin (bimbingan dzikir secara lisan) seorang guru kepada murid ibarat sebutir benih yang ditanam di tanah gersang, yang pengairannya hanya bergantung dengan turunnya hujan. Maka hasil produksi, perkembangan, dan berseminya daun sangat bergantung pada kesanggupannya menyerap air dalam kadar banyak atau tidaknya sesuai dengan pengairan yang ada, dan bukan bergantung pada seorang guru yang menanam benih. Seorang guru hanya memiliki benih yang siap ditanam, sedangkan yang berhak menumbuhkan adalah al-Haq Swt. Bisa jadi seorang guru menanamkan benih pada bumi seorang murid, lalu ia tumbuh tapi kemudian mati. Maka buah yang bisa dituai bisajadi nanti di tangan seorang guru lain setelahnya. Ini bisa jadi karena lemahnya semangat sang murid atau karena makna-makna dzikir tidak mampu menguasai dan mempengaruhi hati dan lisannya secara terus-menerus. Kaum sufi mengatakan: Sesungguhnya pengaruh dzikir setelah di-talqin seperti pengaruh hujan terhadap benih setelah ditanam. Karena hal itu pula yang bakal mempengaruhi terbukanya mata hati dan hasil produksi. Maka bisa dimengerti, bahwa seorang murid setelah di-talqin tidak cukup hanya menghadiri majelis dzikir bersama kaum sufi yang lain di pagi dan sore hari, sebagaimana yang terjadi pada kebanyakan murid di zaman ini. Sebab buah dari dzikir seperti itu hanya seperti orang yang meneteskan setetes air pada benih yang ditanam di saat pagi hari dan setetes air lagi di sore hari. Sementara angin dan terik matahari dalam rentang waktu pagi hingga sore sudah menghabiskan tetesan air tersebut. Hal itu tidak akan bisa membasahi bumi yang ditanami benih, bahkan bisa jadi tetesan air itu tidak bisa sampai ke benih, sehingga benih ini butuh waktu lama untuk bisa terbuka. Dan bisa jadi ia sudah mati dan belum ada tanda-tanda untuk terbuka. Barangkali murid seperti ini hanya akan bisa menyalahkan guru yang men-talqin-nya, kemudian ia mengatakan, “Sebenarnya saya tidak perlu bimbingan dan talqin dari guru ini, karena tidak ada hasil dan manfaatnya bagi diri saya.” Ia tidak paham, bahwa tugas seorang guru hanyalah menanam benih di bumi si murid. Sementara tugas seorang murid adalah memperbanyak dzikir dan berperilaku dengan perbuatan-perbuatan yang diridhai. Kemudian kalau terbukanya si murid ini terlalu lamban, maka hal itu kembali kepada Allah, dan bukan dialamatkan kepada sang guru. Maka murid yang semangatnya sangat kendor ini ibarat kapas yang digunakan untuk menyulut bunga api pada korek. Apabila kapas itu kering maka percikan bunga api akan segera menyala, tapi kalau kapas itu basah maka seluruh percikan bunga api akan padam. Maka pahamilah! Kalau seorang murid telah mendapatkan bimbingan dan talqin dzikir dari seorang guru, kemudian ia berbuat maksiat atau berperilaku yang menyalahi kesopanan (adab), maka ia wajib mengulangi pen-talqin-an, agar setan yang ada di dalam dirinya bisa keluar dari sarangnya. Sebab talqin dzikir adalah sarana untuk mengusir setan, sedangkan berperilaku yang menyalahi kesopanan dapat memasukkan setan ke dalam dirinya. Kami pernah mendengar Tuan Guru Muhammad asy-Syanawi berkata: “Apabila seorang murid telah mendapatkan talqin, kemudian ia melakukan tindakan yang menyalahi kesopanan, maka ia ibarat sebutir benih yang dimakan ulat, lalu membusuk dan berubah wujud. Setelah itu tidak ada harapan untuk bisa tumbuh dan bersemi, apalagi menghasilkan buah. Akan tetapi benih yang ditanam sang guru tersebut akan rusak secara total.” Kasus seperti ini banyak dialami oleh para murid di zaman sekarang ini. Tak seorang pun dari mereka yang berusaha memperbarui talqin kepada sang guru. Akhirnya mereka tidak mendapatkan manfaat apa-apa, dan hanya menjadi tubuh yang tak bernyawa, ibarat sebatang kayu yang disandarkan. Maka tidak ada upaya dan kekuatan apa pun selain dengan Allah Yang Maha Agung. Buah dari Talqin Secara Khusus Talqin secara khusus adalah talqin suluk (perilaku menempuh Jalan Allah) setelah ia masuk ke dalam lingkaran (anggota) kaum sufi, dimana gambarannya adalah sebagai berikut: Seorang guru tarekat akan bermunajat dan menghadap kepada Allah Swt. kemudian ketika ia berkata kepada sang murid: “Ucapkan kalimat: Laa ilaa ha illallahu“ maka ia mencurahkan kepada sang murid seluruh ilmu syariat suci yang telah menjadi bagiannya. Setelah sang murid ini mendapatkan talqin, ia tidak perlu lagi menelaah kitab-kitab syariat sampai ia mati. Syekh Abu al-Qasim al-Junaid —rahimahullah— berkata: “Ketika guruku, Syekh Sari as-Saqathi men-talqin-ku maka beliau mencurahkan seluruh ilmu syariat yang ia miliki kepadaku.” Al-Junaid juga berkata: “Tidak ada ilmu yang turun dari langit dan Allah menjadikan jalan untuk makhluk menuju ke sana, kecuali Allah juga akan memberiku bagian tertentu untuknya.” Ia juga pernah berkata: “Orang yang hendak menjadi pemimpin dalam pengambilan janji (sumpah), membimbing dzikir (talqin) dan menunjukkan jalan para murid dibutuhkan orang yang benar-benar mendalami ilmu syariat. Sebab setiap gerak-geriknya akan menjadi pertimbangan secara hukum (syariat).” Kalau di saat ini ada orang yang mengklaim dirinya telah menjadi guru tarekat (sufi) dan kemudian mengatakan, bahwa hal ini tidakmenjadi syarat dalam melakukan talqin dan bimbingan kepada para murid, ini hanya karena ia tidak sanggup melakukannya. Kalau ada guru tarekat seperti ini maka kita bisa mengatakan kepadanya, “Ini berarti anda telah mengatakan, bahwa para guru tarekat salaf adalah orang-orang bodoh.” Ini banyak terjadi pada orang-orang yang telah mendirikan perguruan tarekat dengan cara yang tidak benar. Sehingga ia mengatakan tentang setiap syarat yang ia lihat pada setiap tingkatan spiritual (maqamat) bukanlah termasuk syarat menjadi guru tarekat yang hendak men-talqin dan membimbing para murid. Hal ini ia katakan demikian, karena ia takut aibnya terbuka di masyarakat. Andaikan ia orang yang berakhlak mulia dan memiliki kesopanan tentu ia akan berkata, “Hal ini aku tidak sanggup melakukannya.” Kemudian ia meminta kepada guru lain yang bisa mengantarkannya, sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang jujur.

No comments:

Copyright © Merak Djenar Sobo Mowo Wahyu Urang-kurai